Tampilkan postingan dengan label REKAYASA JALAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label REKAYASA JALAN. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 April 2013

JENIS – JENIS JALAN MENURUT PEMBAGIANNYA


a) Jalan Arteri Primer Teknik Sipil - Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:
  1. menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
  2. menghubungkan antarpusat kegiatan nasional, sebagai contoh Jalur Pantura yang menghubungkan antara Sumatera dengan Jawa di Merak, Jakarta, Semarang, Surabaya sampai dengan Banyuwangi merupakan arteri primer.

Karakteristik Jalan Arteri Primer
Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut :
  • Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam (km/h).
  • Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11 (sebelas) meter.
  • Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus di atas 1000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan.
  • Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya.
  • Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain.
  • Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
  • Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik).
  • Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga jalur khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll).

b) Jalan Arteri Sekunder
Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi seefisien,dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Didaerah perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol.

Ciri Jalan Arteri Sekunder
  • Jalan arteri sekunder menghubungkan : kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, antar kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua, dan jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
  • Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km per jam.
  • Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter.
  • Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
  • Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
  • Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini.
  • Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
  • Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
  • Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak dizinkan pada jam sibuk.
  • Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.
  • Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain.
  • Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
  • Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.

c) Jalan Kolektor Primer
Jalan kolektor primer adalah jalan yang dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota antar pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal dan atau kawasan-kawasan berskala kecil dan atau pelabuhan pengumpan regional dan pelabuhan pengumpan lokal.

Ciri jalan Kolektor Primer
  • Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.
  • Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
  • Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) km per jam.
  • Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter.
  • Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.
  • Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
  • Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
  • Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
  • Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada jam sibuk.
  • Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas dan lampu penerangan jalan.
  • Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer.
  • Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.

d) Jalan Kolektor Sekunder
Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi, dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota.

Ciri Jalan Kolektor Sekunder
  • Jalan kolektor sekunder menghubungkan: antar kawasan sekunder kedua, kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
  • Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken keoepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km per jam.
  • Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter.
  • Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman.
  • Lokasi parkir pada badan jalan-dibatasi.
  • Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
  • Besarnya lalu lintas harian rata-rata pads umumnya lebih rendah dari sistem primer dan arteri sekunder.

e) Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.

Ciri Jalan Lokal Primer
  • Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
  • Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
  • Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km per jam.
  • Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
  • Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter.
  • Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer.

f) Jalan Lokal Sekunder
Jalan lokal sekunder ajavascript:void(0)dalah menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

Ciri Jalan Lokal Sekunder
  • Jalan lokal sekunder menghubungkan: antar kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya, kawasan sekunder dengan perumahan.
  • Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) km per jam.
  • Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 (lima) meter.
  • Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi jaIan ini di daerah pemukiman.
  • Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan dengan fungsi jalan yang lain.

Rabu, 27 Maret 2013

KONSEP ANGKUTAN MASSAL DI DALAM REKAYASA JALAN

Teknik Sipil - Konsep Mass Rapid Transit (MRT) seringkali berubah-ubah, dan banyak pendekatan berbeda yang umumnya digunakan untuk membedakan jenis-jenis dan keistimewaan-keistimewaan dari berbagai jenis sistem MRT yang beraneka ragam, terpisah dari hal mendasar yang penting seperti biaya, kapasitas dan teknologi. Hal-hal lain yang digunakan untuk menggambarkan sistem MRT yaitu jarak antara halte, luas jalur khusus, pedoman-pedoman operasional dan sistem panduan di dalam rekayasa jalan.

Mass Rapid Transit juga disebut sebagai angkutan umum, adalah layanan transportasi penumpang. Biasanya dengan jangkauan lokal, yang tersedia bagi siapapun dengan membayar ongkos yang telah ditentukan di dalam rekayasa jalan. Angkutan ini biasanya beroperasi pada jalur khusus tetap atau jalur umum potensial yang terpisah dan digunakan secara eksklusif, sesuai jadwal yang ditetapkan dengan rute atau lini yang di rancang dengan perhentian-perhentian tertentu. Walaupun Mass Rapid Transit dan trem terkadang juga beroperasi dalam lalu lintas yang beragam. Ini dirancang untuk memindahkan sejumlah besar orang dalam waktu yang bersamaan (Lloyd Wright, 2002). Contohnya antara lain bus rapid transit, heavy rail transit, metro, kereta komuter dan light rail transit (GTZ, 2002) di dalam rekayasa jalan.

Perencanaan dan model angkutan umum transportasi perkotaan
Dalam usaha merancang suatu jaringan jalan yang dapat melayani perkembangan sektor/subsektor pembangunan, diperlukan suata analisis mengenai kebutuhan pergerakan lalu lintas jalan raya di masa datang dengan mengacu kepada perkenbangansektor/subsektor yang berkaitan. Terdapat beberapa konsep perencanaaan transportasi yang berkembang sampai saat ini yang paling populer adalah ‘Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap’. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan. Submodel tersebut adalah (Tamin, 2000) di dalam rekayasa jalan:
  • aksesibilitas;
  • bangkitan dan tarikan pergerakan;
  • sebaran pergerakan;
  • pemilihan moda;
  • pemilihan rute;
  • arus lalu lintas dinamis.

Sub-sub model itu dapat dilakukan secara terpisah dengan hasil keluaran dari sub model yang merupakan masukan bagi sub model berikutnya, atau pengembanganya adalah dilakukan secara bersamaan, sehingga terdapat kelompok jenis model (Setijowarno dan Frazila, 2001).
Model bertahap (model kebutuhan transportasi 4 tahap/sequentil 4 stages model; 1) Bangkitan dan tarikan pergerakan (trip generation); 2) Distribusi Perjalanan (trip distribution); 3) Pemilihan moda (moda split); 4) Pembebanan perjalanan (trip assigment), dan Model simultan (simultanuous model) di dalam rekayasa jalan.

Dalam prosesnya, keempat tahap perencanaan ini disesuaikan dengan kondisi yang ada, terutama dalam hal ketersediaan data. Seperti dalam tahap penentuan bangkitan/tarikan perjalanan, dibutuhkan data O-D (Asal-Tujuan), yang sebenarnya dapat diperoleh dari survei lapangan. Namun, mengingat dana serta waktu yang sangat terbatas, maka akan dipergunakan data O-D dari survey O-D Nasional yang dilaksanakan oleh Departemen Perhubungan pada tahun 2001 (dipublikasikan tahun 2002) dan data IRMS pada tahun survey 2001 yang dipublikasikan Dinas Bina Marga di dalam rekayasa jalan.

Tahapan perencanaan itu akan dilakukan dengan menggunakan pemodelan. Model yang dipilih adalah yang dianggap paling cocok untuk pergerakan dalam kota dan juga pergerakan wilayah pinggiran kota yang menuju ke pusat kota atau sebaliknya, juga mempertimbangkan ketersediaan data, serta tingkat akurasi yang diinginkan di dalam rekayasa jalan.

Sistem zona model angkutan umum transportasi perkotaan
Sistem zona merupakan hal yang sulit untuk meninjau dan melakukan pemodelan terhadap bangkitan/tarikan dari masing-masing individu. Karena itu pendekatan dilakukan dalam pemodelannya adalah mengagregasikan individu-individu dalam satuan-satuan wilayah yang biasa disebut zona. Sebelum masuk ke dalam proses perencanaan transportasi, wilayah studi perlu di representasikan ke dalam zona-zona yang lebih kecil, yang merupakan penyederhanaan/pemodelan dari wilayah studi. Yang selanjutnya, semua data yang berkaitan dengan bangkitan dan tarikan perjalanan memiliki tingkat kedalaman sampai zona itu. Zona itu kemudian dianggap sebagai satuan pergerakan terkecil, sehingga seluruh sifat/karakteristik pergerakannya merupakan rata-rata (atau yang dianggap mewakili dari seluruh bagian zona di dalam rekayasa jalan.

Batas-batas zona dapat menggunakan batas administrasi, batas alam (sungai atau pantai), batasan jaringan (jalan, rel kereta api) atau batas jenis guna lahan dan lain-lain. Dalam studi ini, sistem zona yang digunakan adalah berdasarkan wilayah kecamatan di dalam rekayasa jalan.
Umumnya dalam melakukan pemodelan transportasi suatu wilayah kajian tertentu, pengaruh wilayah di sekitarnya tidak bisa diabaikan. Oleh sebab itu harus ikut dimodelkan meskipun tidak perlu serinci model dalam wilayah kajian. Dengan terbentuknya sistem zona yang terdiri atas zona internal dan eksternal, maka sifat pergerakannya pun akan dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut di dalam rekayasa jalan.
  1. Pergerakan di dalam zona (intra zonal trip), yaitu dari dan ke zona yang sama yang umunya diabaikan (dianggap nol);
  2. Pergerakan antar zona internal (inter zonal trip), yaitu pergerakan dari dan ke zona-zona yang termasuk zona internal;
  3. Pergerakan antar zona internal dan eksternal, yaitu pergerakan ke luar/masuk ke wilayah studi;
  4. Pergerakan antar zona eksternal, yaitu pergerakan antarzona yang meleati wilayah studi yang lebih dikenal dengan throught traffic.

Dalam studi ini, titik berat tinjauan adalah pada jaringan jalan antar kota (inter urban roads) dan jalan kota (urban road), yaitu meliputi jalan Arteri dan Kolektor Primer. Pemodelan dari wilayah studi adalah sebagai berikut di dalam rekayasa jalan:
  • Batas kabupaten/kota dijadikan cordon line (batas zona);
  • Ruas jalan arteri/kolektor dijadikan link;
  • Pertemuan ruas jalan arteri/kolektor (kebanyakan kota) dijadikan node;
  • Ibukota kecamatan dala Kota dijadikan centroid (pusat kota)
  • Jalan arteri utama batas Kota dijadikan gateway
Kebutuhan perjalanan model angkutan umum transportasi perkotaan
Pembebanan lalu lintas adalah suatu proses permintaan perjalanan (yang diperoleh dari tahap distribusi) dibebankan ke rute jaringan jalan yang terdiri dari kumpulan ruas-ruas jalan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan/atau total biaya jalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dibandingkan tahap-tahap lainnya, dalam tahap ini terjadi interaksi langsung antara permintaan dan sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam penilaian kinerja (performance) jaringan jalan akibat adanya perubahan (skenario) permintaan dan/atau sediaan di dalam rekayasa jalan.

Secara umum, tahap ini menyangkut tiga komponen utama; yaitu:
  • Matriks pergerakan (kebutuhan pergerakan–demand), seperti yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya. Dalam hal ini akan memakai dasar acuan data volume lalu lintas;
  • Jaringan (sediaan–supplay);
  • Mekanisme pembebanan (termasuk didalamnya pemilihan rute).

Proses pembebanan dalam studi ini memanfaatkan bantuan paket program Saturn. Karena itu, input berupa matriks pergerakan pergerakan serta jaringan jalan harus dibentuk dalam format yang disyaratkan oleh program yang bersangkutan di dalam rekayasa jalan.

Pembentukan matriks kebutuhan perjalanan
dari hasil tahap Peramalan bangkitan tarikan (trip generation) yang kemudian didistribusikan (dalam tahap trip distribution), maka akan diperoleh Matriks OD yang diambil data berasal dari data volume lalu lintas pada zona yang ditinjau. Selanjutnya, matriks itu ’diterjemahkan’ oleh salah satu modul program, yaitu program komputer Saturn

Pembentukan data base jaringan
Data base jaringan berupa pemodelan jaringan yang kemudian disusun sesuai format yang diisyaratkan. Pemodelan jaringan data yang harus diikutsertakan adalah:
  1. Data node, berupa nomor kode dan jenis node (centroid/node);
  2. Data ruas/link (yang menghubungkan dua node), berupa panjang, kecepatan free flow, kapasitas, kode jenis ruas/link, tarif dan arah.

Mekanisme pembebanan model angkutan umum transportasi perkotaan
Matriks pergerakan hasil trip distribution yang telah diterjemahkan oleh model dari program Saturn, kemudian dibebankan ke jaringan jalan yang telah melalui proses di atas, menggunakan metode pembebanan tertentu dengan bantuan modul program yang ada pada program Saturn di dalam rekayasa jalan.

Terdapat beberapa metode pembebanan matriks asal tujuan ke jaringan jalan. Tetapi untuk jalan perkotaan, metoda pembebanan yang dirasa cocok adalah metoda pembebanan semua atau tidak sama sekali (all-or nothing), yaitu merupakan teknik yang paling sederhana dan mula-mula dikembangkan. Metoda ini mengasumsikan, bahwa semua pengendara memiliki persepsi yang sama dan kondisi jalan tidak tergantung jumlah pemakai yang melaluinya. Masalahnya tinggal menentukan rute yang mana yang paling pendek/murah, sehingga semua permintaan perjalanan dibebankan ke rute minimum dan tidak ada satupun yang dibebankan ke rute pilihan lainnya di dalam rekayasa jalan.

Untuk lebih mendekati kenyataan, pembebanan dilakukan dengan memperhitungkan pengaruh kemacetan atau keterbatasan kapasitas, sehingga akan menghasilkan pembebanan yang lebih merata dibandingkan pembebanan a-o-n (all or nothing) murni. Pengaruh kemacetan dalam persamaan ongkos-arus biasanya digambarkan dengan menaiknya ongkos perjalanan sesuai dengan meningkatnya arus. Lazimnya tingkat kenaikan tersebut cenderung lebih cepat bila arus mendekati atau melebihi kapasitas di dalam rekayasa jalan.

Kondisi dengan penanganan, yaitu dengan melakukan analisis penanganan pada setiap pembebanan yang kemudian data jaringan di up-date sesuai rencana penanganan yang diambil. Setelah itu pembebanan berikutnya dilakukan berdasarkan data jaringan yang terbaru. Hasilnya adalah kebutuhan penanganan serta kinerja jaringan dengan adanya penanganan di dalam rekayasa jalan.

CONTOH PERHITUNGAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan
Untuk merencanakan Lapisan Tebal Perkerasan pada perencanaan konstruksi jalan raya, data-datanya yaitu :

Komposisi kendaraan awal umur rencana pada tahun 2009
  1. Mobil penumpang (1+1) = 1850 Kendaraan
  2. Bus 8 ton (3+5) = 385 Kendaraan
  3. Truk 2 as 10 ton (4+6) = 75 Kendaraan
  4. Truk 2 as 13 ton (5+8) = 35 Kendaraan
  5. Truk 3 as 20 ton (6+7+7) = 25 Kendaraan
Jalan akan dibuka pada tahun 2013

Klasifikasi Jalan
  1. Klasifikasi Jalan = 1
  2. Jalan = Kolektor
  3. Lebar Jalan = 7 meter
  4. Arah = 2 jalur, 2 arah tanpa median
Umur Rencana (5+5) tahun

Pertumbuhan lalu lintas
  • = 5 % selama pelaksanaan
  • = 5 % perkembangan lalu lintas
Curah hujan rata-rata pertahun : 750 mm/tahun

Kelandaian jalan 6%

Jenis lapisan perkerasan yang digunakan :
  • Lapisan permukaan : Laston
  • Pondasi atas : Batu pecah kelas A
  • Pondasi bawah : Sirtu Kelas B

Data CBR : 4 5 6 7 8 9 10 5 4 8

Menghitung LHR ( Lintas Harian Rata-Rata)
  • a. Komposisi Kendaraan awal umur rencana (2009)
  • a. Mobil penumpang (1+1) = 1850 kendaraan
  • b. Bus 8 ton (3+5) = 385 kendaraan
  • c. Truk 2 as 10 ton (4+6) = 75 kendaraan
  • d. Truk 2 as 13 ton (5+8) = 35 kendaraan
  • e. Truk 3 as 20 ton (6+7+7) = 25 kendaraan
LHR 2009 (a+b+c+d+e) = 2370 Kendaraan

Perhitungan LHR pada tahun 2013
  • a. Mobil penumpang 1850 x ( 1 + 0,05)4 = 2249 kend/hari
  • b. Bus 8 ton 385 x ( 1 + 0,05)4 = 468 kend/hari
  • c. Truk 2 as 10 ton 75 x ( 1 + 0,05)4 = 91 kend/hari
  • d. Truk 2 as 13 ton 35 x ( 1 + 0,05)4 = 43 kend/hari
  • e. Truk 3 as 20 ton 25 x ( 1 + 0,05)4 = 30 kend/hari
LHR 2013 (a+b+c+d+e) = 2881 kend/hari

Perhitungan LHR pada tahun pada Tahun ke 5 (2018)
  • a. Mobil penumpang 2249 x ( 1 + 0,05)5 = 2870 kend/hari
  • b. Bus 8 ton 468 x ( 1 + 0,05)5 = 597 kend/hari
  • c. Truk 2 as 10 ton 91 x ( 1 + 0,05)5 = 116 kend/hari
  • d. Truk 2 as 13 ton 43 x ( 1 + 0,05)5 = 54 kend/hari
  • e. Truk 3 as 20 ton 30 x ( 1 + 0,05)5 = 39 kend/hari
LHR 2018 (a+b+c+d+e) = 3677 kend/hari

Perhitungan LHR pada tahun pada Tahun ke 5 berikutnya (2023)
  • a. Mobil penumpang 2870 x ( 1 + 0,05)5 = 3663 kend/hari
  • b. Bus 8 ton 597 x ( 1 + 0,05)5 = 762 kend/hari
  • c. Truk 2 as 10 ton 116 x ( 1 + 0,05)5 = 148 kend/hari
  • d. Truk 2 as 13 ton 54 x ( 1 + 0,05)5 = 69 kend/hari
  • e. Truk 3 as 20 ton 39 x ( 1 + 0,05)5 = 49 kend/hari
LHR 2023 (a+b+c+d+e) = 4692 kend/hari



Menentukan Angka Ekivalen
Angka ekivilen per sumbu dapat dilihat pada tabel di bawah :


Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)

Berdasarkan tabel didapat angka ekivalen :
  • a. Mobil penumpang (1+1) = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
  • b. Bus 8 ton (3+5) = 0,0183 + 0,1410 = 0,1593
  • c. Truk 2 as 10 ton (4+6) = 0,0577 + 0,2923 = 0,35
  • d. Truk 2 as 13 ton (5+8) = 0,1410 + 0,9238 = 1,0648
  • e. Truk 3 as 20 ton (6+7+7) = 0,2923 + 0,5415 + 0,5415 = 1,3753

Menentukan LEP
Dari data yang telah di dapat, dapat dihitung nilai LEP yaitu :
  • a. Mobil penumpang 2249 x 0,5 x 0,0004 = 0,44974
  • b. Bus 8 ton 468 x 0,5 x 0,1593 = 37,2738
  • c. Truk 2 as 10 ton 91 x 0,5 x 0,35 = 15,9535
  • d. Truk 2 as 13 ton 43 x 0,5 x 1,0648 = 22,6497
  • e. Truk 3 as 20 ton 30 x 0,5 x 1,3753 = 20,8961
LEP 2009 (a+b+c+d+e) = 97,2229


Menentukan LEA
Perhitungan LEA untuk 5 tahun (2014)
  • a. Mobil penumpang 2870 x 0,5 x 0,0004 = 0,57399
  • b. Bus 8 ton 597 x 0,5 x 0,1593 = 46,3362
  • c. Truk 2 as 10 ton 116 x 0,5 x 0,35 = 20,3612
  • d. Truk 2 as 13 ton 54 x 0,5 x 1,0648 = 28,9074
  • e. Truk 3 as 20 ton 39 x 0,5 x 1,3753 = 26,6693
LEA 2014 (a+b+c+d+e) = 124,084

Perhitungan LEA untuk 10 tahun (2019)
  • a. Mobil penumpang 3663 x 0,5 x 0,0004 = 0,73257
  • b. Bus 8 ton 762 x 0,5 x 0,1593 = 60,7151
  • c. Truk 2 as 10 ton 148 x 0,5 x 0,35 = 25,9866
  • d. Truk 2 as 13 ton 69 x 0,5 x 1,0648 = 36,894
  • e. Truk 3 as 20 ton 49 x 0,5 x 1,3753 = 34,0375
LEA 2019 (a+b+c+d+e) = 158,366


Menentukan LER
LER = LET x UR/10
LER5
  • = LET5 x 5/10
  • = 110,653 x 0,5
  • = 55,327
LER5 = 1,67 x 55,327
LER5 = 92,396

LER10
  • = LET10 x 10/10
  • = 141,225 x 1
  • = 141,225
LER10 = 2,5 x 141,225
LER10 = 353,062


Penentuan Harga CBR
Dari data yang didapat data CBR sebesar : 4 5 6 7 8 9 10 5 4 8
CBR rata-rata = 4+5+6+7+8+9+10+5+4+8 / 10 = 6,6
CBR max = 10
CBR min = 4

Untuk nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1 segmen. Besarnya nilai R seperti yang diperlihatkan pada tabel di bawah ini :



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)


Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)


Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

dengan metode Analisa Komponen



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

dengan metode   Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)



batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan untul lapis pondasi
Tebal lapisan minimum dilihat dari ITP = 6,8
- Lapisan permukaan : Laston, MS 744 d1 = 7,5
- Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A d2 = 20
- Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B d3 = 10

ITP = a1 x d1 + a2 x d2 + a3 x d3
7,25 = 3 + 2,8 + 0,12 d3
= 5,8 + 0,12 d3
d3 = 12,08 cm = 12 cm ( untuk D3 tebal minimum adalah 10 cm)

Untuk 10 Tahun
Koefisien kekuatan relatif, dilihat dari tabe koefisien relatif
  • - Lapisan permukaan : Laston, MS 744 a1 = 0,40
  • - Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A a2 = 0,14
  • - Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B a3 = 0,12

Tebal lapisan minimum dilihat dari ITP = 8,3
  • - Lapisan permukaan : Laston, MS 744 d1 = 7,5
  • - Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A d2 = 20
  • - Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B d3 = 10

ITP = a1 x d1 + a2 x d2 + a3 x d3
8,5 = 3 + 2,8 + 0,12 d3
= 5,8 + 0,12 d3
d3 = 22,5 cm = 23 cm

Untuk 10 Tahun
8,5 = 0,4 d1 + 0,14 d2 + 0,12 d3
8,5 = 0,4 d1 + 2,8 + 2,76
= 5,56 + 0,4 d1
d1 = 7,35 cm = 7 cm

d0 = 7,5 - 7
d0 = 0,5 cm = 3 cm (syarat tebal minimum)





 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates